Rabu, 13 Agustus 2008

Cibalanarik

Senangnya beroleh kesempatan diikutsertakan oleh besan sekeluarga buat berkunjung ke Cibalanarik. Ini merupakan kesempatan kedua setelah kunjungan ke Singaparna di akhir tahun 2001. Disaat anakku melakukan pendekatan ladu kepada neng Wiena. Atuh iya, aku memesan ladu langsung ke Cecep Sumartono di Jl Kaum Selatan, Mangunreja, Singaparna. Sebagian kuhaturkan ke keluarga Wildan yang orang Tasik. Atuh puguh membuat dirinya berkomentar jadi ingin pulang kampung ke Cilolohan. Dan anakku berhasil menarik simpati dari keluarga neng Wiena. Sampai ke pernikahan tgl 12 Januari 2002 itu. Sayang karena faktor kesehatan, aku tak berkesempatan buat ke pengrajin ladu itu.



Tempat menginap kusebut saja BII Palace, karena sigrongnya gedung berlantai 2 berkamar 7 itu. Sungguh tempat yang nyaman buat beristirahat. Dengan hawa yang bersih dan cuaca yang dingin, meskipun di musim kemarau yang panjang ini yang ditandai dengan kurangnya pasokan air tanah dan tumbuhan yang meranggas.

Selain neng Ita putri cikal yang bertindak sebagai kepala keluarga Haji Bii, gedung besar berkualitas istana ini dihuni oleh sedikitnya 4 pengurus rumah tangga. Di garasi terdapat sedikitnya 3 unit mobil. Di halaman yang bisa memuat 4 unit mobil atau 2 unit ditambah satu unit bus medium, terdapat taman yang asri dihalaman depan dan 3 saung di halaman belakang. Saat ini sedang dibangun kolam dibawah 2 saung yang terhubung ke ruang duduk dan satu saung tempat pemancingan ikan yang terhubung ke dapur. Menurut Haji Bii, tempat ini mampu menampung 600 orang, dan kalau saung sudah jadi akan mampu memuat 1000 orang.



Di malam Minggu, Haji Bii dan ibu berkenan mendampingi kami. Sosok pengusaha sukses yang dermawan ini berkenan banyak mengobrol tentang pribadi dan keluarganya. Juga menaruh perhatian akan pancakaki keluarganya. Kebetulan sebagian contohnya sudah tersimpan di http://pancakaki.blogspot.com/ Seri W, X, Y dan Z.
Besoknya selepas Dhuhur menjelang keberangkatannya ke Jakarta, Haji Bii sempat menawarkan kerjasama buat memanfaatkan toko swalayan Arafat.
"Arafat terpaksa tutup karena daya beli masyarakat yang hanya mampu beli disaat panen saja." Tawa Haji Bii.
"Tentunya tak sebanding dengan biaya operasionilnya. Insyallah," Responku. Karena saat itu belum terbayang bentuk apapun.
"Selain Arafat yang berkapasitas 500 M2 itu, masih ada lahan kosong yang sekarang dijadikan lahan pendidikan untuk pembibitan sayuran bagi warga setempat.
(Sayangnya 4 tempat usaha berikut TB Hira itu belum sempat kupotret.)

2 komentar:

zay freedom mengatakan...

bagus tapi sayang kalo jadi lapangan putsal tuh arapah hebat siganamah.....bisa tambah rame and bisa emnciptakan anak anak muda yang gila akan sepak bola

Kharisma Ananda mengatakan...

wahhh deket tuh sama rumah sya :D